29 Maret 2012

WEST PAPUA REVOLUTIONARY ARMY

WEST PAPUA REVOLUTIONARY ARMY
TENTARA REVOLUSI WEST PAPUA


KEPUTUSAN PANGLIMA TERTINGGI KOMANDO REVOLUSI
NOMOR:002/A/PANGTIKOR-TRWP/SK/MPP-VI/2009
TENTANG
PENGGUNAAN NAMA ATAU ISTILAH DALAM ORGANISASI DAN NAMA NEGARA



Atas nama segenap komunitas makhluk dan tanah serta bangsa Papua yang telah gugur di medan perjuangan ataupun yang masih hidup dan yang akan lahir; atas berkat dan anugerah Sang Khalik langit dan Bumi, Panglima Tertinggi Tentara Revolusi Papua Barat.



Menimbang:

Mengingat:

Memperhatikan:


MEMUTUSKAN


Menetapkan:

Pertama : Nama Negara dari bangsa Papua yang mendiami Pulau New Guinea bagian Barat, yang sebelumnya disebut Netherlands New Guinea atau Nederlands-Nieuw-Guinea ialah “West Papua”;

Kedua : Istilah “West Papua” sebagai nama sebuah Negara digunakan dalam semua bahasa karena nama dari entitas identitas sebagaimana tertera dalam Lambang Negara Burung Mambruk tidak dapat diterjemahkan;

Ketiga : Sebagai tindak lanjut dari penyesuaian nama Negara dimaksud, maka nama organisasi sayap militer dan sayap politik serta organisasi pendukung lainnya yang merujuk kepada Nama Negara agar menggunakan istilah “West Papua” dalam semua bahasa;

Keempat : Penggunaan Nama Bangsa “Papua” serta istilah-istilah lain tetap merujuk kepada Resolusi Kongres Rakyat Papua I, 1 Desember 1961 dan Resolusi Kongres Tentara Pembebasan Nasional (TPN/OPM) I, 2006;

Kelima : Nama “Papua Barat” masih dapat digunakan dalam bahasa Melayu untuk merujuk kepada wilayah geografis pulau New Guinea bagian Barat, parallel dengan nama-nama lainnya seperti Irian Barat, atau New Guinea Barat;

Keenam : Bilamana tedapat kekeliruan atau kekurangan atau untuk melengkapinya, maka keputusan ini akan ditinjau kembali;

Ketujuh : Keputusan ini berlaku sejak Tanggal Ditetapkan.


Ditetapkan di: Markas Pusat Pertahanan
Pada Tanggal: 21 Oktober 2009
——————————————————
Panglima,


Mathias Wenda, Gen. TRWP.
----------------------------------



Dilaporkan Oleh:
Kantor Perwakilan WPRA di Luar Negeri (Indonesia).

WEST PAPUA REVOLUTIONARY ARMY

WEST PAPUA REVOLUTIONARY ARMY
TENTARA REVOLUSI WEST PAPUA


KEPUTUSAN PANGLIMA TERTINGGI KOMANDO REVOLUSI
NOMOR:002/A/PANGTIKOR-TRWP/SK/MPP-VI/2009
TENTANG
PENGGUNAAN NAMA ATAU ISTILAH DALAM ORGANISASI DAN NAMA NEGARA



Atas nama segenap komunitas makhluk dan tanah serta bangsa Papua yang telah gugur di medan perjuangan ataupun yang masih hidup dan yang akan lahir; atas berkat dan anugerah Sang Khalik langit dan Bumi, Panglima Tertinggi Tentara Revolusi Papua Barat.



Menimbang:

Mengingat:

Memperhatikan:


MEMUTUSKAN


Menetapkan:

Pertama : Nama Negara dari bangsa Papua yang mendiami Pulau New Guinea bagian Barat, yang sebelumnya disebut Netherlands New Guinea atau Nederlands-Nieuw-Guinea ialah “West Papua”;

Kedua : Istilah “West Papua” sebagai nama sebuah Negara digunakan dalam semua bahasa karena nama dari entitas identitas sebagaimana tertera dalam Lambang Negara Burung Mambruk tidak dapat diterjemahkan;

Ketiga : Sebagai tindak lanjut dari penyesuaian nama Negara dimaksud, maka nama organisasi sayap militer dan sayap politik serta organisasi pendukung lainnya yang merujuk kepada Nama Negara agar menggunakan istilah “West Papua” dalam semua bahasa;

Keempat : Penggunaan Nama Bangsa “Papua” serta istilah-istilah lain tetap merujuk kepada Resolusi Kongres Rakyat Papua I, 1 Desember 1961 dan Resolusi Kongres Tentara Pembebasan Nasional (TPN/OPM) I, 2006;

Kelima : Nama “Papua Barat” masih dapat digunakan dalam bahasa Melayu untuk merujuk kepada wilayah geografis pulau New Guinea bagian Barat, parallel dengan nama-nama lainnya seperti Irian Barat, atau New Guinea Barat;

Keenam : Bilamana tedapat kekeliruan atau kekurangan atau untuk melengkapinya, maka keputusan ini akan ditinjau kembali;

Ketujuh : Keputusan ini berlaku sejak Tanggal Ditetapkan.


Ditetapkan di: Markas Pusat Pertahanan
Pada Tanggal: 21 Oktober 2009
——————————————————
Panglima,


Mathias Wenda, Gen. TRWP.
----------------------------------



Dilaporkan Oleh:
Kantor Perwakilan WPRA di Luar Negeri (Indonesia).

Info UP4B

Tentu kita semua telah dan sudah mengetahui bagaimana Pemerintah Indonessia dengan menggunakan kaki tangan mereka yang ada di Papua maupun Jakarta berupaya menggunakan berbagai macam cara dan upaya guna meloloskan agenda mereka yang kita kenal dengan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat ( UP4B ), namun semua upaya yang mereka lakukan dengan mensosialisasikan agenda mereka itu selalu mendapat perlawanan dan penolakan dari seluruh Rakyat Papua di seluruh tanah Papua.

Perlawanan dan Penolakan Rakyat Papua terhadap UP4B ini sendiri terlihat dengan sering dilakukannya Aksi Penolakan dan Pembubaran Sosialisasi UP4B yang dilakukan oleh kaki tangan Pemerintah Indonesia yang ada di Papua Maupun Jakarta, namun pemerintah Indonesia tidak memperdulikan aksi - aksi Penolakan yang dilakukan oleh Rakyat Papua, Pemerintah Indonesia justru menggunakan kaki tangan mereka yang berada di biokrasi pemerintahan untuk menjalankan Program UP4B tersrbut.

Selain memanfaatkan kaki tangan mereka yang ada di birokrasi pemerintahan di Papua, Pemerintah Indonesia melalui tim UP4B yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia ini mulai mecari jalan lain untuk meloloskan agenda mereka dengan melakukan Sosialisasi UP4B di tingkatan Mahasiswa - Mahasiswi Papua yang berada di luar Papua ( Sulawesi, Jawa dan Bali ), upaya sosialisasi UP4B di Tingkatan Mahasiswa Papua yan berada di Luar Papua ini sudah beberapa kali dilakukan di beberapa kota studi namun mendapat Penolakan dan Pembubaran Oleh Mahasiswa Papua.

Dan dari hasil pmbacaan yang kami lakukan, dapat kami simpulkan bahwa Pemerintah Indonesia melalui tim yang mereka bentuk akan terus melakukan upaya sosialisasi UP4B ini di kalangan Mahasiswa - Mahasiswi Papua yang berada di luar Papua dengan memanfaat beberapa Mahasiswa Papua yang " Menamakan diri mereka sebagai Senioritas Mahasiswa Papua " dari beberapa informasi yang telah kami dapatkan bahwa orang - orang ini telah menerima sejumlah Dana yang Besar dari Pemerintah Indonesia untuk meloloskan agenda sosialisasi UP4B tersebut, dengan sejumlah Dana yang telah diberikan oleh pemerintah Indonesia ini maka segalah macam cara akan mereka lakukan untuk meloloskan agenda tersebut di kalangan Mahasiswa - Mahasiswi Papua yang berada di Luar Papua. Hal ini dilakukan karena upaya sosialisasi yang mereka lakukan di Papua telah mendapat Penolakan dari seluruh rakyat Papua.

Oleh karena itu kami himbau kepada seluruh Mahasiswa - Mahasiswi Papua yang berada di Luar Papua agar jangan sekali - kali menghadiri atau mengikuti segalah Seminar ataupun Diskusi - Diskusi Publik yang berkaitan dengan UP4B ataupun dengan masalah Pembangunan, Karena jika ada Mahasiswa - Mahasiswi Papua yang mengikuti kegiatan ini maka mereka ( Pemerintah Indonesia ) akan menyatakan / mengklaim bahwa Mahasiswa Papua telah menerima UP4B untuk dijalankan di Papua, sebab satu - satunya jalan yang tersisa untuk meloloskan agenda mereka ini untuk dijalankan di Papua adalah dengan memanfaatkan Mahasiswa Papua yang berada di luar Papua.


" Jika Kamu Tidak Ingin Di Sebut Sebagai Seorang Penghianat dan Penjilat, Maka Janganlah Sekali - Kali Kamu Mengikuti Ataupun Menghadiri Segalah Macam Seminar / Diskusi - Diskusi Publik Yang Berkaitan Dengan UP4B dan Masalah Pembangunan Di Papua "


" BAGI KAWAN - KAWAN YANG SUDAH MENDAPATKAN / MENGETAHUI INFORMASI INI SEGERA BERITAHUKAN KEPADA KAWAN - KAWAN YANG BELUM MENGETAHUI HAL INI "

Mengapa Tentara Revolusi West Papua (TRWP/WPRA) Harus Berpisah dari Organisasi Papua Merdeka (OPM)?

Mengapa Tentara Revolusi West Papua (TRWP/WPRA)
Harus Berpisah dari Organisasi Papua Merdeka (OPM)?


Markas Pusat Pertahanan Komando Revolusi Tertinggi Tentara Revolusi West Papua (TRWP) dengan ini bermaksud menjelaskan satu dari berbagai perhitungan praktis langkah yang telah diambil Panglima Komando Tertinggi Tentara Pembebasan Nasional (TPN atau TEPENAL) di Markas Pusat Pertahanan pada November – Desember 2006: yaitu pemisahan organisasi sayap militer (TPN/TRWP) dari organisasi sayap politik (OPM). Sementara perhitungan strategis dan taktis tidak disampaikan kepada publik dalam media ini.

Secara praktis, setelah berbagai babak kebangkitan bangsa Papua dan perjuangan sejak 1960-an hingga kini telah terjadi berbagai peristiwa penting yang perlu dicatat oleh bangsa Papua dalam mengikuti sejarah tanah dan bangsanya. Bangsa Papua dan khususnya para pejuang kemerdekaan West Papua perlu juga mempejalari dan mengikuti dengan dekat segala perkembangan regional dan global, dalam perhitungan politik dalam memajukan aspirasinya. Khususnya kemenangan bangsa Melanesia di Timor Leste dan nasib bangsa di Nangroe Acheh Darussalam menjadi catatan penting bagi langkah perjuangan dan pembenahan organisasi perjuangan bangsa Papua.


West Papua dan organisasi perjuangannya saat ini diperhadapkan kepada dua pilihan yang harus dan mau tak mau dihadapi dan diputuskan, karena pengkondisian ini telah dilakukan secara global untuk memaksa Indonesia dan West Papua mengambil sikap yang jelas dan tegas: Apakah West Papua harus diperjuangkan untuk berpisah dari NKRI ataukah lebih baik West Papua ada di dalam NKRI? Jawabannya jelas bervariasi, tergantung kepada keuntungan yang dapat diperoleh secara politik dan ekonomi bagi masing-masing pihak yang menjawabnya. Bagi bangsa Papua “M” adalah harga mati. Sementara bagi bangsa lain di dunia, “M” itu merupakan SALAH SATU dari pilihan yang ada, yang harus dipilih oleh bangsa Papua di hadapan NKRI.

Untuk melakukan pemilihan itu, tidaklah pernah dunia internasional secara seratus persen mendengarkan aspirasi bangsa yang memperjuangkan nasibnya untuk keluar dari penjajahan. Yang lazim terjadi adalah proses hitung-menghitung keuntungan bagi masing-masing pihak yang berkepentingan. Yang jelas sejumlah negara Barat sangat berkepentingan dengan West Papua di dalam NKRI. Bagi mereka, West Papua di dalam NKRI adalah syarat yang paling baik karena paling menguntungkan mereka secara ekonomi. Mereka sama sekali tidak memperhitungkan penderitaan, apalagi aspirasi bangsa Papua. Apalagi bagi NKRI, kepentingan NKRI sama sekali tidak terkait dengan “siapa yang diuntungkan secara ekonomi dari pendudukannya di tanah Papua.” Baginya kebesaran wilayah pendudukannya adalah kunci kejayaan, tidak perduli nasib dan kondisi dari rakyat dan bangsa yang didudukinya itu, tidak ambil pusing dirinya sendiri melarat dan mengemis. Itu urusan nomor ke seratus. Urusan nomor satu ialah NKRI adalah harga mati. Ada SATU kesamaan antara sejumlah negara barat tadi dengan NKRI: yaitu: keduanya merasa beruntung kalau mempertahankan pendudukan NKRI di West Papua.

Sementara itu, bangsa Papua juga telah menyatakan dengan jelas dan memperjuangkannya selama hampir setengah abad lamanya, bahwa Merdeka adalah Harga Mati! Kedua belah pihak telah mematok posisi dan sikap mereka sebagai harga mati.

Walaupun demikian, dalam politik modern, dan di antara bangsa-bangsa beradab, dan terutama sebagai sesama manusia yang berbeda pendapat, konflik haruslah diakhiri, pertumpahan darah hendaknya dihentikan. Dunia kita telah menjadi dunia yang ‘globalised’, yang tidak tertutup dan yang tidak terisolasi. Dunia kita saat ini menjadi dunia yang terbuka dan telanjang. Konflik NKRI-Papua Barat sudah menjadi agenda dan permainan sejumlah negara di dunia. Sebagai bangsa beradab, organisasi perjuangan bangsa Papua haruslah membenahi dan mempersiapkan diri untuk memasuki babak perjuangan yang baru dengan tantangan dan pendekatan yang baru pula, sejalan dengan perubahan geopolitik belakangan ini.

Kita berjalan ke Indonesia dalam kaitannya dengan perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa di dalam NKRI. Menjelang kemerdekaan bangsa Melanesia di Timor Leste ada sejumlah kunci yang dipakai waktu itu secara organisasi. Yang paling menonjol adalah penyatuan berbagai organisasi dan/atau faksi ke dalam satu front, United Front. Penyatuan itu menyulut dan mengobarkan api perjuangan bangsa Melanesia di Tomor Leste. Lalu kalau kita bandingkan dengan insiden di NAD, maka terlihat jelas justru penyatuan itu memaksa bangsa Acheh untuk harus bertekuk-lutut kepada penjajah NKRI untuk menerima Perjanjian Damai. Dalam kasus pertama, penyatuan menyulut dan menguatkan api perjuangan, dan yang kedua justru penyatuan itu memenjarakan dan menjerat aspirasi bangsa Acheh untuk harus berbelok arah dari perjuangan untuk memisahkan diri dari NKRI menjadi perjuangan untuk perbaikan dalam berbagai bidang di dalam konteks NKRI. Kalau kita pelajari secara saksama, keberhasilan/kegagalan keduanya tidak hanya ditentukan oleh bangsa yang berjuang untuk melepaskan diri dari NKRI, tetapi kunci permainan ada di tangan kepentingan-kepentingan di luar NKRI, penguasa Bumi ini.

Kini kita masuk ke tanah air. West Papua telah diberikan Paket Otonomi Khusus, sama dengan NAD, di mana ada sejumlah perlakuan dan pengaturan secara khusus diberuntukkan bagi kedua wilayah yang selama ini menuntut kemerdekaannya dari NKRI. Kekhususan di NAD ditekankan kepada aspek agama dan tradisi kehidupan beragama. Sementara kekhususan untuk West Papua lebih dititik-beratkan kepada kekhususan etnik dan ras (sosial-budaya).

Yang menjadi pertanyaan adalah “Mengapa ada otonomi yang khusus kepada kedua wilayah dan bangsa?” Padahal wilayah dan bangsa lain, yang secara kemanusiaan dan sebagai wilayah dan bangsa pendudukan NKRI yang sama kedudukannya hanya diberikan status Otonomi Daerah. Jawabannya jelas, kekhususan itu terkait dengan tuntutan kedua bangsa dan wilayah untuk memisahkan diri dari NKRI. Dengan kata lain, “Status Khusus” sangat dan langsung terkait dengan tuntutan kemerdekaan dan/atau memisahkan diri dari NKRI. Artinya, status khusus adalah jawaban politik untuk membatasi dan akhirnya menghentikan total tuntutan kemerdekaan dari kedua bangsa dan wilayah dimaksud. Dengan kata lain, status ini diberikan berdasarkan kebijakan politik global dan nasional NKRI dalam mempertahankan kedua bangsa dan wilayah tetapi di dalam NKRI.

Oleh karena itulah, maka selama ini bangsa Papua MENOLAK DENGAN TEGAS Otonomi Khusus NKRI di West Papua. Penolakan itu jelas tidak diterima, dan ditolak tegas oleh NKRI dan masyarakat internasional-pun menonton apa kemauan NKRI lebih daripada aspirasi bangsa yang memperjuangkan nasibnya untuk keluar dari NKRI. Sama dengan perjalanan sejarah perjuangan bagsa Acheh, bangsa Papua kini sudah dalam perjalanan menuju kandang persembelihan, kandang di mana bangsa Papua dan organisasi perjuangan Papua Merdeka sedang digiring ke arah duduk bersama NKRI untuk berdialog.

Apa artinya berdialog? Berdialong artinya terjadi komunikasi dua arah antara dua belah pihak: dalam hal ini West Papua dan NKRI. Hasil dari dialog adalah menemukan titik temu, di mana kedua-duanya harus mengorbankan sejumlah perbedaan dan menerima sejumlah persamaan, walaupun pahit sekalipun. Semuanya dilakukan sebagai hasil dari Dialog, atas nama kemanusiaan, perdamaian dunia dan stabilitas keamanan kawasan.

Keberhasilan SBY-JK menyelesaikan konflik berkepanjangan di NAD jelas memberikan kredit point yang besar bagi pemerintahan yang sedang berjalan. Dunia Internasional malahan telah mengajukan SBY sebagai calon penerima Hadiah Nobel Perdamaian. Melihat keberhasilan itu, Dunia Internasional sementara ini sedang mendesak NKRI memainkan kartu yang sama dalam mengakhiri konflik NKRI – West Papua.

Untuk itu, NKRI, khususnya SBY-JK sedang mencari format yang tepatguna. Mereka menghendaki organisasi perjuangan bangsa Papua untuk duduk bersama NKRI dan berdialog. Dialog itu harus jalan. Untuk melayani kepentingan dunia internasional dan NKRI, maka bangsa Papua perlu bersiap dan berbebah diri. Akan tetapi, dengan melayani kepentingan itu, tentara Revolusi West Papua, sebagai satu-satunya dan induk dari angkatan perlawanan bangsa Papua haruslah berbenah diri agar ia tidak terjebak ke dalam skenario “pengkandangan” atau “penjaringan” segenap kekuatan perjuangan seperti yang terjadi di berbagai tempat lain dan khususnya di NAD.

Selain itu kita perlu akui sebuah sejarah, dan fakta bahwa NKRI-lah yang memberi nama OPM sebagai signkatan Organisasi Papua Merdeka. (Silahkan rujuk ke berbagai buku sejarah OPM dan akan Anda temukan bahwa nama “OPM” pada awalnya bukanlah singkatan dari Organisasi Papua Merdeka.) Setelah itu, begitu TPN/TEPENAL dibentuk dan berkiprah dalam perjuangan bangsa Papua melawan penjajahan, maka NKRI pula-lah yang memberikan nama TPN/OPM (Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka). Memang nama singkatan OPM dan TPN adalah buatan orang Papua, tetapi kepanjangan dari nama OPM dan penempelan nama TPN dengan OPM menjadi TPN/OPM adalah bentukan NKRI. Sebuah nama yang aneh tapi nyata. Mengapa nama OPM ditempelkan ketat dengan TPN? Alasan praktis yang jelas, ini merupakan tindakan taktis yang jelas dipermainkan oleh NKRI untuk menyudutkan OPM sebagai sebuah organisasi bersenjata. OPM sebagai organisasi bersenjata berarti ia tidak layak dan dilarang berpolitik di pentas politik dunia. Makanya baru-baru ini, Kapolda Papua mengatakan, seperti dikutip Cenderawasih Pos, “Kapolda: Separatis Berpolitik Berbahaya.” Dengan kata lain, “Lebih baik kalau separatis tidak berpolitik alias berbicara dengan perjuagnan bersenjata”. Dengan kata lain, “Lebih baik OPM ditempelkan ke TPN daripada OPM berpolitik.”

Setiap perjuangan di muka bumi memang harus memiliki organisasi sayap politik dan sayap militer. Akan tetapi kedua sayap tidak dapat disebut dengan istilah “ATAU” di antara nama mereka, tidak dapat menggunakan tanda strep (/) dalam menyebut nama sayap politik dan sayap militer. Maka organisasi perjuangan bangsa Papua bukanlah TPN strep (/) OPM. Secara gramatikal, istilah TPN strep (/) OPM artinya TPN atau OPM, artinya TPN atau bisa juga disebut OPM. Dalam penamaan oleh NKRI ini, organisasi sayap militer dan sayap politik menjadi sama saja, bukan berbeda. Akibatnya kedua angkatan ditempelkan sebagai organisasi bersenjata, keduanya mendukung kekerasan di Tanah Papua. Itu artinya keduanya tidak dapat berpolitik di pentas politik global. Tidak pelak lagi, dalam banyak buku dan situs intelijen dunia, OPM selalu ditempatkan sebagai organisasi yang mendukung kekerasan di Asia-Pasifik, yang harus diwaspadai oleh kekuatan-kekuatan modern yang menyukai kemapanan kondisi geopolitik dan stabilitas keamanan kawasan.

Melihat perkembangan dan gelagat seperti inilah, maka ada keputusan sebagai hasil dari serangkaian rapat konsolidasi dan reorganisasi angkatan bersenjata perlawanan rakyat Papua di seluruh tanah air selama tahun 2001-2006. Hasil konsolidasi itu jelas menununjukkan perlu ada tindakan untuk membantu OPM dalam kiprah politiknya di dunia, dalam melakukan lobi dan dialog dengan berbagai pihak. Organisasi Politik haruslah dibebaskan untuk berkiprah secara bebas dan aktiv dalam berbagai tingkatan dan pendekatan serta lobi-lobi politik untuk kepentingan bangsa Papua. Untuk itu maka dipandang perlu ada sebuah keputusan resmi dari kedua Organisasi untuk menentukan langkah ke depan. Maka telah dilakukan sebuah Kongres Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat pada 26 November – 3 Desember 2006. Keputusan Kongres Nomor 01 menyatakan sebuah deklarasi bahwa secara resmi Tentara Revolusi Papua Barat (kini menggunakan West Papua) memisahkan diri dari Organisasi Papua Merdeka.

Sebagai tindak lanjut daripada itu, maka telah diselenggarakan sebuah pertemuan yang menghadirkan berbagai pihak dan organisasi dari West Papua di Republik Vanuatu awal tahun 2007. Rapat ini memutuskan membentuk sebuah Koalisi Nasional untuk Pembebasan West Papua. Koalisi ini dimotori oleh OPM, sebagai wadah politik untuk memainkan perannya di pentas politik global. Menurut skenario yang dibangun TPN (sebelum berubah menjadi TRPB/TRWP) sejauh ini, maka sudah jelas bahwa perjuangan bangsa Papua kini telah memasuki babak baru dalam sejarahnya, yaitu sebuah organisasi sayap militer dengan konsolidasi dan reorganisasi yang penuh dan organisasi sayap politik dengan sebuah koalisi hasil konsolidasi yang memiliki kekuatan untuk melakukan tugas-tugas politik dan diplomasi.

Sekarang tiba pada giliran bangsa dan rakyat Papua di manapun Anda berada, untuk merapihkan barisan dan mendukung segala kebijakan yang diambil para pejuang bangsa Papua baik di sayap politik ataupun sayap militer. Sementara bergelut dengan NKRI dalam politik otonomisasinya, hendaknya bangsa Papua tidak melupakan bahwa TRWP dan OPM membutuhkan uluran tangan Anda, tenaga Anda dan dukungan Anda secara moril dan dalam doa.



Penjelasan resmi dari Markas Pusat Pertahanan
Komando Revolusi Tertinggi Tentara Revolusi West Papua,

Amunggut Tabi, Leut. Gen. TRWP
——————————
Secretary-General
NB:
Penjelasan lainnya akan berlanjut.
Setiap pihak yang hendak membacanya, silahkan mendaftarkan diri ke SPMNews Blog.
Untuk mengakses Anggaran Dasar TRPB dan Resolusi Kongres TPN/OPM pertama di Rimba Papua, silahkan ke http://trpb.melanesianews.org (alamat ini juga menggunakan password. Silahkan mintakan password ke koteka@melanesianews.org
___________________________
Dilaporkan Oleh:
Kantor Perwakilan WPRA di Luar Negeri (Indonesia).

KNPB Serukan Demo Dukung Konferensi Guinea Raad di Belanda

KNPB Serukan Demo Dukung Konferensi Guinea Raad di Belanda

Foto Ilustrasi
Jayapura--- Menyikapi konferensi New Guinea Raad yang akan digelar di Kerajaan Belanda pada 02 April 2012, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyerukan aksi demo damai pada, Senin (2/4) mendatang di Taman Imbi, Jayapura, Papua untuk mendukung penyelenggaraan konfrensi tersebut.

Kepada suarapapua.com, ketua I KNPB, Mako Tabuni mengatakan, KNPB akan menggelar demo damai dalam rangka mendukung konferensi New Guinea Raad di Belanda yang akan dihadiri beberapa anggota parlemen Belanda, juga aktivis Papua Merdeka di Belanda.
“KNPB menghimbaukan kepada seluruh rakyat Papua Barat yang ada di kota Jayapura untuk turut berpartisipasi dan mengambil bagian dalam aksi demo tersebut,” ujar Mako.


Mako juga meminta kepada seluruh rakyat Papua Barat yang akan ikut ambil bagian dalam demo untuk mendukung konferensi Dewan New Guinea Raad di Belanda.

“Masyarakat yang akan hadiri demo, kami himbau untuk datang dengan mengenakan pakaian adat daerah masing-masing," ujar Mako.

Mako menjelaskan, dalam konferensi tersebut akan dihadiri beberapa pembicara utama diantaranya, Benny Wenda sebagai diplomat Papua Barat dan Jennifer Robinson perwakilan dari Internatonal Lawyers for West Papua (ILWP).

Sedangkan dari parlemen Belanda, akan hadir Wim  Kortenoeven, anggota parlemen Belanda dari partai PVV, Cees Van Der Staaij, anggota parlemen Belanda dari partai SGP, Joel Voordewind, anggota parlemen Belanda dari partai Christine Unie (CU), dan Harry Van Bommel, anggota parlemen Belanda dari Partai SP.

Selain itu, aksi yang digelar KNPB juga dalam rangka mendukung pembukaan Teater "De Papua In Het Huis Van Smaragd" dengan "Thema Manusia Papua Dalam Rumah Jamrud".

Teater tersebut bercerita tentang nasib anak Papua yang ditinggalkan oleh Bapak Belanda dan hidup susah dalam rumah Bapak Tiri Indonesia.

“Dukungan dan kehadiran rakyat Papua Barat yang diperlukan agar aksi dapat berjalan dengan baik, dan diharapkan menjaga keamanan dan ketertiban selama aksi berlangsung.”

Sebelum melalukan peluncuran IPWP di Belanda, sudah terbentuk juga di Inggris, Australia, Papua New Guinea, dan beberapa wilayah pasific lainnya.

Peluncuran IPWP di Belanda dikordinir langsung oleh beberapa pengacara internasional, bersama dengan Benny Wenda, salah satu aktivis Papua Merdeka yang telah bermukim di Inggris.
sumber; Suara papua

24 Maret 2012

Share Masalah Papua Barat Ikut Dibahas Di Gedung Parlemen Australia

March 22, 2012 By: admin Category: Documents
Senator Richard Di Natale, Juru Bicara dari Partai Hijau untuk Papua Barat, yang juga anggota IPWP mempertanyakan Senator Bob Carr tentang pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Indonesia baru-baru ini, dalam upaya mencari informasi tentang apakah masalah Papua Barat telah ikut diangkat dalam pertemuan tersebut. Berikut kutipan dan videonya saat berlangsung di gedung Parlemen Australia di Canbera, 21 Maret 2o12.
Senator Di Natale (Victoria) (14:52): Tuan Presiden, pertanyaan saya adalah kepada Menteri Luar Negeri, Senator Bob Carr. Menteri, pekan lalu Anda bertemu dengan rekan Anda dari Indonesia.
PRESIDEN : Intrupsi!
Senator Bob Brown: Saya mau menekankan apa yang disampaikan Presiden. Seperti yang kalian tahu, Kalian tidak mungkin mendengar Senator Di Natale sampai akhir ruangan. Saya yakin bahwa Menteri tidak bisa mendengar pertanyaan itu, jadi dia tidak akan dapat menjawab.
PRESIDEN: Senator Brown, apa yang anda katakan itu poin yang benar. Saya telah menunjuk, secara khusus, dua anggota Senat agar Senator Di Natale dapat didengar.
Senator Di Natale: Saya bisa mulai lagi. Pertanyaan saya adalah untuk Menteri Luar Negeri, Senator Bob Carr. Menteri, pekan lalu Anda bertemu dengan rekan Anda dari Indonesia, Marty Natalegawa, dan para menteri pertahanan kedua negara. Dapatkah Anda memberitahu kepada Senat mengenai apakah masalah Papua Barat ikut diangkat dalam diskusi-diskusi itu? Jika tidak, kapan Anda berencana untuk mengangkat isu Papua Barat dengan pemerintah Indonesia?
Senator Bob Carr (Senator asal New South Wales-Menteri Luar Negeri) (pukul 14:53): Bapak Presiden, kami sudah angkat. Pertama dari semua itu telah saya kemukakan, ketika saya pastikan menteri luar negeri Indonesia bahwa Australia- kedua bagian dari politik Australia- sepenuhnya telah mengakui kedaulatan Indonesia atas provinsi Papua. Saya mengingatkannya bahwa itu diakui dalam perjanjian Lombok, ditandatangani oleh pemerintahan Howard dengan Indonesia pada tahun 2006. Saya menggarisbawahi bahwa saya mengerti kasus bahwa semua pemerintah dunia mengakui kedaulatan Indonesia. Ini akan menjadi kacau bagi Australia bila ingin mengasosiasikan dirinya dengan kelompok separatis kecil yang mengancam integritas wilayah Indonesia dan itu akan menghasilkan reaksi masyarakat Indonesia terhadap negara ini. Akan kacau memang.
Saya dapat mengatakan ini: menteri luar negeri Indonesia telah menunjukan kepada saya tentang tanggapan Pemerintah Indonesia agar Australia menghentikan keprihatiannya atas persoalan hak asasi manusia di Papua. Sebelum saya bisa mengangkat topik ini, saat saya sepenuhnya berniat untuk menyampaikan hal tersebut, menteri luar negeri Indonesia menunjukan bahwa mereka sudah memiliki tanggung jawab yang jelas untuk melihat bahwa kedaulatan mereka ditegakkan berdasarkan dengan standar hak asasi manusia. Saya sangat terkesan dengan itu. Hal ini mencerminkan fakta bahwa sebelumnya pemerintah Australia-Saya tahu itu adalah kasus dengan pemerintahan Partai Buruh dan saya menganggap itu adalah kasus dengan koalisi pemerintah- telah mengangkat masalah ini dengan orang Indonesia, dan itu mencerminkan kenyataan bahwa Indonesia telah mendengarkan. Saya sekali lagi akan memperingatkan setiap anggota Senat terhadap kekeliruan berbicara atas referensi separatisme sehubungan dengan provinsi Papua. Itulah kekacauan dan tidak dalam kepentingan Australia.
Senator Di Natale (Victoria) (14:55): Bapak Presiden, saya mengajukan pertanyaan tambahan. Ini berhubungan dengan perjanjian Lombok dan saya perlu mengingatkan menteri luar negeri-saya mengerti dia baru dalam perannya-bahwa Komite Tetap Bersama laporan Traktat 6 Desember membuat rekomendasi bipartisan: Komite merekomendasikan bahwa Pemerintah Australia mendorong Pemerintah Indonesia untuk memungkinkan akses yang lebih besar bagi media dan hak asasi manusia monitor di Papua. Jika ini masih posisi pemerintah, apa yang dilakukan Senator Carr untuk melanjutkan tujuan ini?
Senator Bob Carr (New South Wales-Menteri Luar Negeri) (14:56): Saya dapat meyakinkan Senat bahwa kedutaan Australia di Jakarta akan terus meningkatkan hal-hal hak asasi manusia sehubungan dengan provinsi Papua, dan akan melakukannya dalam sehubungan dengan hukuman terakhir dari lima orang di Provinsi Papua sampai tiga tahun penjara untuk subversi. Australia memiliki catatan yang kuat dan konsisten menjunjung tinggi hak orang-orang damai untuk mengekspresikan pandangan politik mereka secara bebas. Pejabat Australia di Jakarta akan meningkatkan perhatian terhadap hukuman tersebut. Tapi kami akan melakukannya sebagai sahabat Indonesia, benar-benar secara tegas dan dengan tidak malu mendukung kedaulatan Indonesia atas provinsi Papua. Perjanjian Lombok -merujuk lagi dengan fakta bahwa perjanjian Lombok ditandatangani pada bulan November 2006, mulai berlaku pada tahun 2008-berdasarkan pengakuan seperti: dukungan untuk kedaulatan, integritas wilayah, persatuan nasional dan kemerdekaan politik satu sama lain. Bahasa yang sama digunakan dalam pembukaan.
Senator Di Natale (Victoria) (14:57): Bapak Presiden, saya mengajukan pertanyaan tambahan lebih lanjut, yang juga berhubungan dengan laporan JSCOT, yang saya mengingatkan menteri luar negeri adalah tentang apa yang pemerintah Australia, bukan pemerintah Indonesia, telah setuju untuk melakukan. Rekomendasi 2 mengatakan: … Meningkatkan transparansi dalam perjanjian kerja sama pertahanan untuk memberikan jaminan bahwa sumber daya Australia tidak langsung atau tidak langsung mendukung pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Sekali lagi saya meminta menteri luar negeri: langkah-langkah apa yang akan Anda ambil dalam peran Anda sebagai menteri luar negeri untuk memastikan rekomendasi ini diterapkan dan bahwa transparansi Peranan Australia-(Waktu habis)
Senator Bob Carr (New South Wales-Menteri Luar Negeri) (14:58): Dalam pertukaran penuh dan terus terang Kamis lalu dengan mitra kami di Indonesia, menteri pertahanan dan saya telah meneliti Papua dan Menteri luar Indonesia menyampaikan lagi tentang kemajuan yang dibuat oleh Indonesia dalam menunjukan tanggung jawab atas hukum dan ketertiban di provinsi Papua dari militer ke polisi. Presiden Yudhoyono-teman baik Australia-telah berkomitmen pemerintahnya untuk meningkatkan standar hidup rakyat Papua dan menghidupkan kembali otonomi khusus. Australia percaya bahwa ini adalah jalan yang terbaik-cara untuk mencapai masa depan yang aman dan sejahtera bagi masyarakat Papua. Kami akan memberikan dukungan melalui program bantuan kami. Kami adalah donor bantuan terbesar bagi Indonesia, dan pengakuan yang tercermin dalam Lowy Institute jajak pendapat, yang saya sarankan anggota-anggota dari Senat membaca , yang mengatakan bahwa Australia berada pada posisi yang tinggi dalam bagi masyarakat Indonesia. Kami akan terus bekerja pada tugas-tugas besar ini.

——–
Diterjemakan dari Video rekaman milik Australian Green

Penyerahan Dokument Dr.Zolner kepada Dr.Desmon Tutu (Uskup Agung Afsel)


Pada tanggal 15 Maret 2012 Dr. Siegfried Zollner sebagai wakil Jaringan Papua Barat di Jerman bertemu dengan Archbishop (Uskup Agung) Dr. Desmond Tutu dari Afrika Selatan. Pertemuan itu terjadi di kota Koln/Cologne/Jermnan pada waktu festival Gereja yang disebut Kirchentag.
Atas nama masyarakat Papua Dr. Zollner mengucapkan terima kasih atas deklarasi Dr. Desmond Tutu dalam tahun 2012, dimana Archbishop itu menuntut hak menentukan nasib sendiri untuk bangsa Papua. Dr. Zollner serahkan satu laporan tentang situasi di Papua khususnya Kabupaten Yahukimo. Dalam laporan itu diuraikan latar belakang kegagalan otonomi khusus, pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terus-menerus terjadi di Papua, aktifitas BIN dengan intimidasi dan teror terhadap masyarakat Papua, penambahan TNI dan dominasinya di segala bidang di Papua, ketidakadilan terhadap orang Papua dari Indonesia dalam keputusan-keputusan Pengadilan, nasib tahanan-tahanan politik dan diskriminasi rasial terhadap orang asli Papua. Laporan itu disertai beberapa foto korban penyiksaan (torture) yang dilakukan oleh anggota-anggota TNI di Kurima/Kabupaten Yahukimo pada bulan Maret 2012.

Dalam berkas yang diserahkan kepada Archbishop Dr. Desmond Tutu juga terlampir sebuah surat kepada Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, yang ditulis oleh Bishop Zefanya Kameeta dari Gereja Lutheran di Namibia. Bishop Zefanya Kameeta adalah Moderator United Evangelical Mission. GKI di Tanah Papua adalah anggota United Evangelical Mission (Persekutuan
Gereja-Gereja di Asia Afrika dan Jerman).

Salam Hangat,
Dr. Siegfried Zollner, Di Jerman. (Sumber)