03 Maret 2011

Family approach /Culture Approach sebagai pendekatan Belajar


Family approach /Culture Approach sebagai pendekatan Belajar 

By: Mickaus Gombo, S.Pd


Istilah pendidikan sudah dan atau sering didengar oleh setiap manusia yang di Negara Kesatuan RI ini, tapi kata pendidikan sendiri tak pernah dimengerti/dipahami baik oleh pelaku dan oleh pengikut pendidikan. Jika kami katakan pendidikan saja maka pasti banyak orang punya pemahaman dan secara spontan membayangkan bahwa pendidikan berarti bangunan megah, ada guru yang berseragam, ada siswa yang berseragam dan ada kegiatan atau ada suara yang diributkan dari kompleks/lokasi dimana telah ditunjukan oleh pelaku dan penerima pendidikan. Dan lagipula kata pendidikan ini sangat rancu karena pendidikan sendiri harus disertai pengajaran supaya sasarannya jelas dan dia berorientasinya kemana. Karena banyak sekali mucul dengan digandengkan istilah bahwa pendidikan Ekonomi, Pendidikan Politik, ect.

Hal ini sering membingungkan. Tapi sebetulnya tidak terlambat karena masih ada waktu untuk meluruskan penjelasan seperti ini kepada publik. Melalui berbagai event seperti Education awareness, melalui media Internet seperti situs www.duniabelar.com seperti ini atau melalui seminar dengan mencari sasaran-sasaran yang tepat. Mencari sasaran seperti itu perlu dilakukan study-study kasus agar berdasarkan penemuan kasus ( Cases discovery )dapat memberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Sejauh ini dimana tahun berganti tahun namun pendidikan negara kita selalu berada pada posisi yang terbaik dengan urutan dari bawah.

Walaupun ada keberhasilan yang dicapai oleh beberapa daerah di Republik ini tapi bagi pribadi kami itu bukan keberhasilan negara kita sebab pendidikan dan pengajaran tidak diambil sample-sample atau kata lain " Pendidikan Asal Jadi/asal cukup terwakili". Pikiran seperti ini sama seperti negara hanya bergantung pada nasip atau atau kami sebut "Negara Pesimis". Dengan demikian perlu adanya pembenahan secara komprehensif berdasarkan masukan ( imput )dari bawah.( Dari sumber mana saja dan oleh siapa saja). Sebetulnya banyak pemerhati pendidikan dari kelompok mana saja ada guru, Kepsek, Dosen, LSM, dan ada juga masyarakat yang merupakan inisiator pendidikan.

Oleh karena kami selaku pendidik menempatkan diri untuk menulis tulisan ini kepada publik melalui media ini. Kami mencoba mengajar orang Indonesia yang ada wilayah/daerah kami dengan berbagai metode dan pendekatan yang ditawarkan oleh para ahli melalui psykologi pendidikan, tapi kami merasakan belum cocok untuk membantu peserta belajar, hanya sedikit tadik tertolong dibandingkan dengan peserta didik yang lain. Dengan demikian kami mempunyai penemuan yang pendekatan sangat efektif dan pengaruh dalam perkembangan belajar pada peserta didik. Pendekatan yang kami temukan adalah "Pendekatan budaya" atau kami usul dengan nama lain " Pendekatan Keluarga ". dalam bahasa lain kami usul dengan dalam bahasa Inggris; " Culture Approach or " Family Approach". Artinya setiap pengajar dan pendidik harus beradaptasi dulu sebelum mengajar dan dia harus belajar budaya setempat dalam hal ini: salah yang dikuasai adalah bahasa local ( Lacal langguage ) dan Berkarekter minimal seperti budaya lokal dengan demikian kehadiran si pendidik dapat diterima oleh tadik. Itu berarti bahwa apa yang disampaikan oleh dipendidik or pengajar tadi benar-benar dapat diterima dan terendensi oleh peserta didik. Hal-hal yang perlu dilakukan pengajar or pendidik adalah; sbb:

1, Adaptasi bahasa ( logat );

2. Carakter hidup;

3. Pergaulan sehari-hari;

4. Sapaan yang digunakan terhadap siswa;

Ke-empat hal diatas merupakan hal penting mempengaruhi psykologi peserta didik agar mereka dapat menerima kehadiran si pandidik selaku pendidik dan sekaligus pengajar yang baik tapi tidak cukup sampai disitu namum pendidik harus berusaha tunjukan sifat kebapaan jika pendidik berjenis kelamin male dan sebaliknya pendidiknya Ibu silahkan bersikap seperti Mama /feminin dari anak-anak supaya cara dan style ini dapat diterima oleh para tadik.

Demikian tulisan ini semoga apa yang terkandung dalam tulisan ini dapat bermanfaat dan mempunyai nilai sumbang bagi proses perjalanan pendidikan dinegara Indonesia Raya ini.

By: Mickaus Gombo, S.Pd

Dosen Tetap di SKIP YPPGI Abdi Wacana, dan Dosen Part Time di STKIP Kristen Wamena di Bidang Matematika.Kab. Jayawijaya,Papua, INA

BELAJAR BERFIKIR DENGAN MELIBATKAN OPERASI MENTAL

................................................................................................................................................................
BELAJAR BERFIKIR DENGAN MELIBATKAN OPERASI MENTAL
 
By: MICKAUS GOMBO, S.Pd

Penulisnya adalah pemerhati pendidikan dan praktisi pendidikan


Jika kita duduk sejenak dan mengamati kondisi perkembangan pendidikan yang ada dinegara kita dan lebih terutama pada hasil belajar dari peserta didik pada berbagai jenjang pendidikan, maka dapat disayangkan. Mengapa demikian, karena dari sekian tadik yang tersebar dan menekuni diberbagai jenjang pendidikan jika dievaluasi hasilnya, maka hampir ¼ % persen dari suatu jenjang pendidikan yang dapat memperoleh predikat kelulusan yang dikelompokkan bagus (memuaskan) dan selanjut sebagian itu hanya selesai dengan kemampuan dibawah rata-rata dari standar yang diharapkan oleh masing-masing lembaga pendidikan berdasarkan standar nasional. Untuk mengetahui faktor penyebab turunnya mutu pendidikan yang ada maka letaknya ternyata pada:
1. Faktor Guru
Dalam hal ini guru harus memiliki peran ganda.Maksudnya guru harus inovatif, yaitu mencari dan terus mencari hal-hal baru ( current ivent case ) untuk membekali diri dalam mendayung awal kepada peserta didik sebagai tumpangannya. Sebagai guru dalam hal ini ibarat seperti pendayung perahu dan siswa sebagai tumpangannya, sehingga guru harus mendayung dan guru tersebut mencari metode-metode dan kaidah-kaidah secara tepat, agar perahu yang didayung segera ke tepi danau atau sungai. Dimaksudkan oleh penulis adalah guru harus menjadi seorang model yang baik, agar siswa dapat meniru dan memberikan spirit dengan gaya pribadinya. Guru diharapkan juga menjadi sumber referensi hidup (Life Reference sourch) dimana guru minimal mampu menjadi sumber inspirasi pendidikan dan berusaha selalu menanam budaya membaca dan berusaha menulis serta mengkaji setiap peristiwa yang berhubungan dengan profesi dirinya. Adapun beberapa tips atau tugas guru/pengajar yang harus dilakukan yaitu:
a. Ajari dan melatih siswa untuk bagaimana siswa itu dapat membaca suatu naskah atau suatu pertanyaan secara sistematis bukan impulsif. Mengapa demikian? Karena siswa tidak membaca secara sistematis, maka apa yang dibaca tidak akan dipahami secara baik dan akhirnya tidak dapat memberi jawaban, kesimpulan serta keputusan yang pasti(benar). Saya selaku pengajar dalam bidang studi matematika saya coba hendak memberi contoh berdasarkan hasil pengalaman mengajar dibawah ini, yaitu tadik selain mengenal dan menghafal model, kami juga melatih dan mengajarkan bagaimana mereka mengoperasikan mental mereka kedalam mencari atau memecahkan suatu masalah. Selain diajarkan operasi mental mereka, juga mengajarkan metode serta kaidah-kaidah yang berhubungan dengan content materi.
Contoh dalam matematika seperti ini. Saya beri persamaan linear seperti . Dan bentuk seperti ini banyak guru matematika hanya memperkenalkan tentang bentuk/model saja, tanpa memperkenalkan atau menjelaskan maksud yang terkandung pada simbol-simbol persamaan linear itu, maka hal ini kebanyakan tadik tidak mengetahuinya.
Maka dalam tulisan ini saya berikan usul kita mengajak siswa bahwa simbol yang kita sebut dengan variabel x itu merupakan mewakili dari suatu benda atau suatu ide. Saya usul pula kepada pengajar siapun, jikalau mejelaskan kepada tadik harus mengatakan bahwa jika kita menulis hal seperti itu membutuhkan waktu dan tempat, sehingga cukup mewakilkan dengan suatu huruf yang kita sebut dengan variabel/peubah, agar mereka tidak menghafalkan letak dan susunan serta lambangnya saja, tetapi terlebih dari itu mereka harus mengetahui makna yang tersirat dalam lambang-lambang itu. Dengan demikian konsep matematika dapat dipahami secara benar dan baik oleh tadik.
Misalkan benda itu seperti ini:
1 ikat kangkung tambah 2 ikat kangkung tambah 3 ikat kangkung
Supaya lebih mudah, cukup kita wakilkan kangkung dengan huruf x
Jika ide diatas kami susun secara matematis dengan simbol tertentu, maka susunannya seperti dibawah ini:
1.x + 2.x + 3.x atau X + 2X + 3X dengan keterangan sebagai berikut:
X = Variabel X; X = banyaknya nama jenis ikatan kangkung
1,2,3 = konstanta banyaknya ikatan kangkung.
Contoh lain: Melihat suatu barisan dengan pola dan kaidah tertentu seperti ini. 1, 2, 4, 8, ... , .....; Maksudnya supaya bagaimana tadik menemukan solusi dengan cara melibatkan operasi mental. Operasi mental ini tak dapat berdiri sendiri, namun dalam operasi mental seseorang harus diawali dengan pola-pola tertentu secara logis dan sistematis serta digunakan dengan metode-metode tertentu sesuai dengan skop pembicaraan/pembahasan. Pola diatas dapat dilihat lebih lanjut seperti ini; 1x2=2, 2x2=4, 2x4=8,....,2x16=32, dst. Selanjut menemukan suatu ide baru yang disebut dengan mewakili seperti yang kami singgung diatas. Bentuk ide seperti inilah disebut rumus/formula. Berdasarkan pola penyelesaian diatas dapat ditetapkan rumus seperti dibawah ini: n x 2 = ..., n bisa diganti dengan apa saja entah bilangan atau sesuatu yang lain dengan keterangan jelas serta mempunyai kondisi atau persyaratan tertentu supaya mempunyai nilai dan arti. Dalam pemecahan-pemecahan ini peserta didik kerap kali menggunakan metode-metode tertentu sesuai dengan sifat materi dan dalam hal seperti ini disebut â?o Algoritma â?o
( W.S.Winkel 16:1987 )
2. Faktor Fasilitas
Faktor fasilitas juga dapat mempengaruhi pembentukan pikiran tadik, sebab dimana fasilitas yang memadai proses Belajar mengajarpun dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Sebab kondisi fasilitas yang dapat membentuk pribadi dalam mengundang motivasi dan minat belajar semakin meningkat. Fasilitas yang dimaksudkan oleh penulis disini adalah baik itu sarana maupun prasarana yang ada pada tempat belajar siswa atau tadik itu sendiri. Misalkan dalam mempelajari IPA harus ada LAB IPA, dengan tujuan agar mempelajari sesuatu hanya dengan ceritera atau teori saja sulit dipahami serta sulit dibayangkan penjelasan guru, maka perlu adanya kegiatan nyata dengan cara mengekspose benda yang diceritera atau dijelaskan kepada tadik.
Dengan cara mereka melihat, meraba, atau mencium mereka dapat membayangkan dan menghubungkan pikiran-pikiran yang pernah pelajari atau pernah melihat sebelumnya dengan benda yang ia melihat sekarang. Disinilah peserta didik dapat memperoleh pengalaman belajar baru yang lebih komplite, maka secara tidak langsung proses operasi pembentukan mental sedang terjadi saat itu juga.
3. Faktor Kesiapan MENTAL Tadik
Selain kedua faktor diatas adapula satu faktor yang sangat mempengaruhi dalam pembentukan pikiran dengan melibatkan operasi mental, yaitu faktor kesiapan oleh para warga belajar atau siswa itu sendiri, sebab perlu diketahui bahwa peserta didik ibarat seperti ember kosong yang siap diisi air dan metode/pendekatan hanya sebagai corong yang menghubungkan, serta guru ibarat sebagai mesin penggeraknya.
Dengan demikian tadik siap memfokuskan pikiran ketika guru menjelaskan atau menyiram pelajaran yang disiapkan oleh guru itu sendiri. Dalam hal ini guru diharapkan mencari metode-metode dan pendekatan untuk membangkitkan motivasi dan minat pada bidang yang ditekuninya. Untuk lebih menarik dan tidak membosankan kami menyisipkan sebuah proses secara skematis dibawah ini.
Schema Proses Penyiraman Materi Picture/Micky.Gbâ?19 Juli â?T08 Wionenma
Demikian tulisan sederhana ini kami naikan semoga tulisan ini mempunyai nilai sumbang bagi pengembangan pendidikan dinegara RI dan dapat memberikan kontribusi bagi reader dinegeri ini terutama teman-teman seprofesi diseantero negeri ini.

MGMP Sebagai Solusi Jitu & Agen Pembaharu Pendidikan

MGMP SEBAGAI SOLUSI JITU & AGEN PEMBAHARU DALAM PERKEMBANGAN PROSES PENDIDIKAN DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA


Mickaus Gombo, S.Pd 

Staf Pengajar STKIP YPGGI Abdi Wacana Wamena


Sudah sejak lama kami menunggu kehadiran suatu Badan Kajian Kurikulum sebagai panjang tangan pemerintah pusat dibidang pendidikan dan kini telah terlahirlah Musyawarah Guru Mata Pelajaran atau disingkat dengan MGMP. Kami kurang tahu persis tentang Back ground, visi, misi dan tujuan serta sasaran MGMP secara pasti oleh pemerintah Pusat, namun bagi kami selaku pengajar dan pemerhati pendidikan merasa gagasan yang telah digagas dan kini masih dalam tahap sosialisasi keberadaannya ini amat sangat membantu perkembangan pendidikan didaerah-daerah yang sulit dikontrol secara langsung oleh pengagas/Programer pendidikan ini.

Dan kami menganggap Musyawarah Guru Mata Pelajaran ( MGMP ) sebagai Agen Pembaharu Mutu Pendidikan di Indonesia. Kami teringat cerita teman kami berkebangsaan Amerika bahwa di Amerika mempunyai dua Badan Kajian tentang Kurikulum, yaitu ada Kerikulum yang ada ditingkat Nasional yang ruang lingkupnya secara Unitet Statenya, namun setiap provinsi diberi kewenangan untuk menyusun Kurikulum seminasional. Dengan demikian saya mempunyai suatu pemahaman bahwa Kontent bahkan keberadaan Kurikulum yang ada ditingkat ini perlu ditetapkan pembagian porsi persentasenya. Misalnya; 95 % nya diambil dari pusat dan 5% -nya diberikan kewenangan kepada daerah untuk memanagenya. Dalam hal ini saya usul dengan istilah " Otonomi Pendidikan ".

Selain itu, perlu diperkecil ruang lingkupnya. Agar kontrolingnya lebih mantap, perlu diberikan ruang kepada setiap daerah kabupaten/kota untuk menyusunnya. Kami pernah dipercyakan menjadi sekretaris MGMP ( Mathematic ) daerah kabupaten dimana sementara kami mengabdi, namun hal ini tidak pernah berjalan secara maksimal sesuai harapan kita, karena tidak ada pengawasan secara intensif oleh penggagas atau dalam hal ini pemerintah pusat serta pribadi-pribadi yang ikut ditatar itu tidak mensosialisi secara efektif dan kontinyu kepada sesama teman sejawat yang tergabung dalam MGMP itu, sehingga dalam implementasi program ini mengalami kepincangan.

Kami pernah melihat pemerintah pusat melalui pemerintah daerah provinsi sudah pernah melibatkan tenaga pengajar dari berbagai daerah kabupaten/kota, untuk mempersiapkan dan memberikan Training yang cukup menjadi narasumber atau informen ( Reference Life Body ) bagi guru-guru didaerah dengan biaya kegiatan yang tidak sedikit jumlahnya, namun hasilnya sampai sekarang tidak pernah nampak seperti harapan para penggagas atau para konseptor pendidikan. Dan kini MGMP semata-mata sebagai suatu idealisme belaka saja. Dan juga kegiatan yang pernah dilaksanakan selama ini hanyalah sebagai suatu proyek 'empty content'.

Dari tulisan sederhana ini kami secara pribadi memberikan beberapa imput sebagai sumbangan pemikiran bagi perkembangan pendidikan secara khusus penyusunan Kurikulum serta perangkat lainnya. Dalam pemberian kewenangan daerah provinsi/Kabupaten/Kota sebagai mitra bukan menjadi oposan pendidikan. Secara mendetail kami kembali membuat suatu resume dibawah ini.

a. Pembagian Persentase Kewenangan dalam Penyusunan Kurikulum

1. Pusat = 95%

2. Provinsi = 5 %, pada bagian ini diharapkan melibatkan para pengajar dari lapangan dan Dinas Pendidikan Kabupaten, agar Kurikulumnya benar-benar tersasaran sesuai kebutuhan tadik didaerah itu.

b. Dampak MGMP

Jika dilihat dari dampak MGMP sebetulnya ada dua, yaitu dampak positif dan Negatif.

1. D. Positif

Sangat amat luar biasa karena MGMP sebagai sarana pengontrol setiap mata pelajaran dari setiap jenjang pendidikan ( Setiap Sekolah ), dimana dapat menampung setiap guru/pengajar duduk dan membahas perkembangan KBM mulai dari Mempersiapkan, Melaksanakan serta Mengevaluasi proses pendidikan dan pengajaran dimasing-masing Mata Pelajaran dari masing -masing jenjang Sekolah.

2. D. Negatif

Dampak negatif sebetulnya tidak ada, tetapi jikalau pemerintah kehendaki, coba memberikan pembagian kewenangan dengan cara beri ruang kepada daerah provinsi/Kab/kota, agar mereka menyusun sesuai kondisi lokal atau konteks wilayah/ konteks daerah. Mengapa demikian? Karena perlu diingat bahwa yang mengetahui perkembangan intelektual tadik serta proses KBM-nya adalah orang daerah itu sendiri. Sehingga pemberian kewenangan atau kerterlibatan orang daerah ini sangat penting dalam menyusun serta menyempurnakan isi Kurikulum dinegara Republik Indonesia ini. Selama digulirkannya program MGMP dengan perubahan kurikulum ini justru banyak mengalami kesulitan pada GURU dan peserta didik dalam tahun-tahun berjalan ini. Bukti outentik bahwa banyak tadik yang tidak lulus Ujian Nasional ( UNAS ) tahun 2007/2008.

Hal ini perlu dijelaskan dalam tulisan ini, bahwa sebetulnya bukan masalah isi, sistematika, serta gramaticalnya, namun tidak ada kontroling dalam proses KBM seperti yang dilaksanakan oleh masing-masing mata pelajaran dari setiap Sekolah dan juga kompetensi para pendidik serta perangkat mengajar dilakukan selama ini perlu check dan recheck secara komprehensif dari semua aspek atau semua komponent yang telah improve dalam suatu kemasan yang disebut dengan kurikulum ini. Kami memberkan satu solusi bahwa dalam proses belajar mengajar ini perlu dilakukan "Observasi" sesama teman guru baik itu dari guru sesama mata pelajaran atau berbeda mata pelajaran dengan maksud, agar bukan untuk menilai ( menjatuhkan atau meluluskan ), tetapi hanya sebatas memberikan masukan kalau ada kekurangan pada teman guru tersebut dan selain itu meniru style teman tersebut jika ada unsur-unsur yang menurut kita itu baik dan menguntungkan kita dalam proses belajar mengajar.

Berlanjut dari tulisan kami ini kami sedikit memberikan tips atau solusi sedikit menurut hemat kami itu yang baik, seperti dibawah ini.

Solusi Khusus.

a. Berilah acuan yang jelas dari pusat kepada daerah dalam penyusunan Kurikulum;

b. Berilah Kewenangan dan Kebebasan kepada daerah dalam berkarya dengan pembagian persentase secara jelas dan terikat dengan diatur dalam suatu peraturan pemerintah;

c. Memberikan pelatihan-pelatihan yang sifatnya berkesinambungan dan bertahap kepada staf dari dinas yang berkompoten serta melibatkan tenaga pengajar dari sekolah-sekolah sebagai konseptor sekaligus aplikator Kurikulum.

d. Perlu adanya penjaringan data atau kasus dari bawah sebagai bahan pembentuk Kurikulum itu sendiri;

e. Perlu adanya Tim Koreksi dari Pusat ( Korektor );

f. Inventarisir setiap person pernah ikut dan tidak pernah ikut dalam kegiatan pelatihan peningkatan mutu ( hal kepada pemerintah daerah sebagai penanggungjawab pelaksanaan kegiatan ).

g. Perlu adanya pelatihan-pelatihan secara berkesinambungan bagi sekolah-sekolah kejuruan dalam hal penyusunan kurikulum bahkan pelatihan-pelatihan bagi peningkatan kompetensi guru.

Catatan Akhir sebagai bahan renungan kita.

Perlu diberi benang merah oleh para Konseptor Pusat dibidang Pendidikan bahwa kini pendidikan dinegara kita mulai adanya intervensi Konseptor negara barat, sehingga konseptor anak negeri ini mulai tidak mempunyai arti, mengapa?. Perlu ketahui dampak dari itu?. Kami mempunyai suatu prediksi bahwa lambat atau cepat pendidik dan pengajar dari negara kita akan banyak tersisi dari arus membanjirnya tenaga pendidik dari negara-negara barat, sehingga akan muncul adalah " KECEMBURUAN SOSIAL" . Hal ini menjadi tantangan kita sebagai anak negeri diNKRI ini. Setiap anak negeri ini harus dilindungi dari amukan roda globalisasi sebagai roda besi yang menghancurkan kehidupan tenaga pendidik dan pengajar asal Indonesia mulaui sekarang.

Tidak usah terlalu jauh. Ada peristiwa yang masih hangat didalam benak kita bahwa HANYA undang-undang Sertifikasi guru dan dosen berdasarkan Kualifikasi dan Kompetensi pendidikan oleh pemerintah saja menjadi Bahan strike bagi manusia dinegara Republik ini, APALAGI pendidikan diambil alih oleh negara-negara barat! Wah, ini memang menjadi suatu bayangan yang menghantui kita, tetapi kami secara pribadi berfikir belum terlambat dalam mencari solusi-solusi sebagai bahan bom untuk menghujani amukan dampak globalisasi dibidang dunia pendidikan kita.

Maaf, kami memberi suatu contoh bahwa di TV education itu mulai adanya program FUN English Profesional atau diberi nama apapun disana. Kami tidak menuding atau accuse siapapun yang terlibat dan mengijinkan program itu, tetapi kami sebagai anak negeri merasa bahwa kami tidak memberi ruang dan waktu kepada para lulusan bahasa dan sastra Inggris orang Indonesia dari Sekolah-sekolah luar negeri untuk mengisi acara-acara seperti itu. Dengan demikian kami berfikir keadaan ini merupakan awal mulainya suatu bukti bahwa lemahnya kita dalam membangun percaya diri. I think we don't beliefe our self. Kita belum membangun convidence - nya. Pada hal banyak Profesor kita dan para ahli dan alih dibidang bahasa yang masih berhamburan belum memanfaatkan potensi mereka. Untuk itu coba kita duduk bersama dan berjalan mundur selangkah dan mempertahankan langkah kita sementara untuk mengintrospeksi diri kita untuk hal - hal seperti itu.

Demikian tulisan sederhana ini kami posting dari negeri seribu satu julukan, yaitu Negeri Paradise Land atau Negeri Second Egypt or Balim Valley ini Wamena-West Papua, INA. Terima kasih kepada moderator Dunia belajar com mengekspost tulisan sederhana ini semoga tulisan ini memiliki nilai sumbang bagi penyempurnaan wajah dunia pendidikan dinegara kita Republik Indonesia Tercinta ini.