17 April 2013

Kabupaten Puncak Jaya TEMBAK KAPOLRES


Kabupaten Puncak Jaya, Papua sepertinya tidak pernah sepi dari aksi -aksi penembakan. Entah sudah berapa korban jiwa yang jatuh, baik di pihak aparat maupun di pihak kelompok OPM akibat aksi penembakan. Kabar terbaru Senin (24/10) kemarin, Kapolsek Mulia Kabupaten Puncak Jaya Papua, AKP Dominggus Otto Awes NRP 65100665 dilaporkan, ditembak kelompok separatis OPM, tepat di depan pesawat milik MAF (Mission Aviation Followship), yang saat itu sedang mendarat di Bandara Mulia. “Ia ditembak saat berdiri di depan pesawat MAF yang sedang parkir di apron Bandara Mulia. Kapolsek berada disana, untuk memonitor langsung kegiatan bandara,,” ujar Kombes wachyono Juru Bicara Polda Papua.
Saat sibuk memantau kegiatan bandara, tiba-tiba dua pelaku yang diduga anggota kelompok separatis OPM mengeroyok korban hingga jatuh terlentang. “Ketika korban terjatuh, salah seorang pelaku kemudian menindih dan seorang lagi merampas senjata revolver jenis Taurus dengan nomor seri XK 25609. Kemudian pelaku menembak korban sebanyak dua kali di hidung sebelah kiri dan leher kiri, yang mengakibatkan korban tewas ditempat,” jelasnya.
Pada saat penembakan terjadi, yang terlihat jumlah pelaku hanya dua orang. “Sesuai keterangan sejumlah saksi, pelaku hanya dua orang dengan ciri-ciri 1 orang menggunakan pakaian warna merah, tinggi badansekitar 150 cmQþkurusQþ tidak menggunakan sepatu. 1 orang lagi menggunakan pakaian warna hitam, tinggi badan sekitar 160 cmQþ kurus, tidak menggunakan sepatu,” terangnya.
Setelah melihat korban terkapar dan berhasil merampas senjatanya, para pelaku langsung melarikan diri ke arah Gunung Nenas di sekitar bandara. “Mereka kabur dan menghilang di balik Gunung Nenas,” jelasnya.
Sementara korban, saat itu juga di evakuasi ke RS Mulia. Dan hingga kini akibat cuaca yang tidak bersahabat, belum bisa diterbangkan ke Sentani Jayapura.
Kata Wachyono, pihaknya sudah melakukan olah TKP dan sempat menuntup penerbangan dari dan ke Mulia. Namun, saat ini aktivitas kembali berjalan normal.
Menurut Wachyono, pelaku adalah kelompok separatis OPM yang selama ini kerap melakukan aksi penembakan. “Mereka ini separatis OPM yang selalu mengacau keadaan di Puncak Jaya,”tukasnya.
Semebtara itu, Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Puncak Jaya, AKBP Alex Korwa dalam laporannya kepada pihak Kepolisian Daerah Papua menuturkan, peluru tersebut belum berhasil dikeluarkan dari kepala korban, dan diharapkan bisa dikeluarkan oleh tim medis RS Bhayangkara, Jayapura, saat jenazah dievakuasi kesana, Selasa (25/10) hari ini.
“Proyektil peluru masih ada dalam kepala almarhum. Belum berhasil dikeluarkan,” kata Kapolres dalam percakapan telepon genggamnya.
Dia juga mengatakan, evakuasi baru bisa dilakukan esok hari karena terkendala cuaca yang tidak bersahabat.
Berdasarkan pantauan koresponden ANTARA Jayapura, di Mulia, Senin sore, jenazah AKP Dominggus Awes saat ini sedang disemayamkan di aula kantor Polres Puncak Jaya, setelah dimandikan di Rumah Sakit Mulia.
Tampak Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya beserta pihak keluarga korban dan masyarakat umum berada di dekat jasad AKP Dominggus Awes.
Sementara itu, Polres Puncak Jaya menaikkan bendera setengah tiang di halaman kantornya.
Kapolsek Mulia AKP Dominggus Awes tewas ditembak di bagian hidung (kepala) oleh kelompok separatis bersenjata di Bandara Mulia pada Senin pagi.
Aparat keamanan masih terus melakukan pengamanan di lokasi penembakan dan melakukan pengejaran di kawasan pegunungan.
Kabupaten Puncak Jaya adalah salah satu daerah yang terletak di Pegunungan Papua, yang baru genap berusia 15 tahun pada tanggal 8 Oktober 2011 lalu.
Topografinya yang sulit serta cuaca relatif ekstrim seperti daerah di Pegunungan Papua lainnya, membuat daerah ini hanya bisa dijangkau dengan penerbangan perintis pesawat berbadan kecil.(jir/ant/don/l03)

A.S. Prihatin atas Sikap Indonesia terhadap West Papua

- Berita ABC - Australia, Updated September 27, 2010 17:33:15 (Terjemahan PMNews) 

Keprihatinan mendalam disampaikan Amerika Serikat tentang perlakuan atas orang West Papua dalam kekuasaan Indonesia.
Untuk pertama kalinya Kongress A.S. membuka sesi khusus mendengarkan isu-isu yang berpengaruh terhadap provinsi orang Melansia itu.
Para anggota perwakilan diberitahu tentang pelanggaran HAM yang sedang berlangsung dan tuduhan bahwa Indonesia gagal memberikan Otsus kepada West Papua yang telah ia janjikan 9 tahun lalu.
Yang memimpin penyampaikan ini ialah Anggota Kongress dari Samoa Amerika, Eni Faleomavaega, yang juga adalah Ketua Sub Komisi Parlemen Urusan Asia-Pasifik dan Lingkungan Global.
Presenter: Helene Hofman
Pembicara: Eni Faleomavaega, American Samoa’s Congressman
FALEOMAVAEGA: Setahu saya ini pertama kali Kongres A.S. menyelenggarakan sesi khusus untuk keseluruhan pertanyaan tentang West Papua, menyangkut segala hal, sejarahnya dan situasi sekarang, khususnya era penjajahan Belanda dan bagaimana diambil alih secara militer di bawah pemerintahan Sukarno dan Suharto.
HOFMAN: Jadi, A.S. punya dua keprihatinan utama, sebagaimana saya pahami, satunya mendesak untuk kemerdekaan dan lainnya pelanggaran HAM?
FALEOMAVAEGA: Tidak, isu kemerdekaan selalu menjadi bagian dari pemikiran sejumlah orang West Papua. Saya mengikuti isu ini sudah sepuluh tahun sekarang dan merasa bahwa mengigat tahun-tahun kami bekerjasama dengan Jakarta, khususnya saat Jakarta mengumumkan akan memberikan UU Otsus kepada orang West Papua sejak 2001 dan harapan bahwa orang West Papua akan diberikan otonomi yang lebih. Well, sembilan tahun kemudian, tidak ada kemajuan atau gerakan yang terjadi untuk memberikan otonomi yang lebih banyak itu kepada orang West Papua dan dalam hal ini kami sudah ikuti dalam beberapa tahun belakangan dan kami harap Jakarta cepat tanggap terhadap pertanyaan dan keprihatinan kami.
HOFMAN: Saya mengerti ada isu pelanggaran HAM juga. Saya tahu Anda juga sedang mengklasifikasikan apa yang terjadi di West Papua itu sebagai sebuah perbuatan “genosida” (ed-tindakan yang dimaksudkan untuk dan berakibat penghapusan etnik), yang mana tidak mendapatkan oposisi di Amerika Serikat?
FALEOMAVAEGA: Well, ini isu yang terus berlanjut. Sebelum Timor Leste diberikan kemerdekaan 200.000 orang disiksa dan dibantai. Militer Indonesia lakukan hal yang sama di West Papua, angka konservativ 1000.000 orang, yang dilakukan oleh militer Indonesia. Yang lain mengatakan 200.000 orang orang West Papua dibunuh dan disiksa, dibunuh tanpa belas kasihan oleh militer. Jadi, ya ada persoalan genosida di sana. Saya sangat, sangat prihatin bahwa isu ini terus berlanjut dan kami mau memastikan bahwa orang-orang di sana diperlakukan adil.
HOFMAN: Apa yang dapat dilakukan A.S. tentang ini? Sekarang ada penyampaian khusus tentang West Papua? Apa harapan Anda yang akan jadi sebagai hasil dari ini?
FALEOMAVAEGA: Well, sistem pemerintahan kami agar berbeda dari sistem parlementer dan dalam sistem kami cabang yang setara dengan pemerintahan dan kami bekerjasama. Kami semua tahu bahwa Indonesia itu negara Muslim terbesar di dunia. Baru-baru ini mulai muncul untuk menjadi demokratis dan kita semua mendukung itu. Tetapi pad waktu bersama ada legacy tentang apa yang ia telah lakukan kepada orang West Papua, pertama dalam kolonialisme Belanda, kini penjajah lain menjajah orang-orang ini yang tidak punya hubungan budaya, etnik, hubungan sejarah sama sekali dengan orang-orang Indonesia, atau bisa dikatakan orang-orang Jawa ini yang tinggal di tanah air Indonesia. Ini orang-orang Melanesia dan secara budaya ada keprihatinan yang sangat, amat bahwa orang-orang ini semakin lama semakin menjadi minoritas di tanah mereka sendiri dan di dunia mereka sendiri, dan memang ada keprihatinan mendalam tentang apa yang Jakarta lakukan terhadap isu ini.
HOFMAN: Jadi apa pesisnya yang dapat dilakukan A.S.? Kenapa orang Indonesia harus dengarkan A.S.?
FALEOMAVAEGA: Indonesia tidak harus dengarkan A.S. Tetapi saya yakin negara-negara lain di dunia akan lihat, Hey, kami bisa katakan hal yang sama dengan apartheid, isu Afrika Selatan, apa yang terjadi dengan mereka. Kalau dunia tidak menekan Afrika Selatan untuk merubah apa yang dilakukannya, mereka tidak buat apa-apa, tidak akan terjadi apa-apa terhadap kebijakan apartheid di sana, dan saya pikir cara yang sama kita berikan perhatian ke Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengikuti jalan-jalan yang telah dilalui orang Timor Leste.
HOFMAN: Jadi, apa langkah berikutnya setelah sesi ini?
FALEOMAVAEGA: Well, penyampaian terbuka ini bagian dari proses itu. Ini cara operasi sistem pemerintahan kami. Kami lakukan dengar pendapat, dan Pemilu November mendatang mungkin akan terjadi perubahan dan kami menjembatani saat kami melewati proses itu, dan bila saya terpilih kembali saya jani kepada Anda bahwa saya akan angkat isu itu terus, tidak hanya dengan Jakarta, tetapi juga di Kongres dan juga dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami perlu menaruh perhatian lebih kepada masalah-masalah yang dihadapi orang West Papua sekarang.

PENEMBAKAN HELI MILIK MISIONARIS DITEMBAK OLEH PKI

Jayapura – Heli milik misionaris dengan nomor penerbangan VIDA PK-HME, Selasa siang, ditembak kelompok sipil bersenjata (KSB) saat melintas di Gurage, kawasan Puncak Senyum, Kabupaten Puncak Jaya.
Heli nahas itu tiba di lapangan terbang Mulia sekitar pukul 11.20 WIT dengan membawa BBM jenis oli pesanan Yajasi, bersama dua penumpang. Namun kedua penumpang tersebut tidak turun saat berada di lapangan terbang Mulia. Demikian dikutip dari antara, Selasa (26/3).
Setelah membongkar muatan, sekitar pukul 11.34 WIT, heli tersebut terbang kembali ke Wamena.
Saat terbang dan melintas di kawasan Puncak Senyum (Gurage) ditembak oleh KSB hingga mengenai kaca depan atau kokpit, namun heli tetap terbang dan mendarat di Wamena.
Dandim Puncak Jaya Letkol Inf Jo Sembiring ketika dihubungi mengakui adanya insiden tersebut seraya menambahkan dari laporan yang diterima terungkap heli naas itu terbang tidak melintas melewati rute yang biasa dilalui pesawat-pesawat yang hendak keluar dari Mulia.
“Laporan yang diterima terungkap heli tersebut saat kembali ke Wamena, melintas di kawasan yang selama ini menjadi basis KSB dan rute tersebut tidak pernah dilintasi,”
kata Letkol Inf Sembiring.
Sementara itu, akibat tembakan yang mengenai kokpit heli milik misionaris sejumlah perusahaan penerbangan membatalkan penerbangannya ke Mulia. (Jubi/Ian/merdeka.com)
Jayapura – Kepolisian Daerah (Polda) Papua terus berupaya menuntaskan insiden penembakan yang menewaskan delapan anggota TNI dan empat warga sipil di Tinggi Nambut, Puncak Jaya dan Sinak, Kabupaten Puncak, Papua, Jumat (21/2) lalu.
Kapolda Papua, Irjen Pol Tito Karnavian mengatakan, peristiwa di Tinggi Nambut pelakunya sudah jelas yakni GT. Yang bersangkutan bahkan mengakui itu. Namun untuk kasus Sinak Polda masih akan memangil sejumlah pihak untuk dimintai ketarangan.
“Nanti kita  cross ceck dengan memanggil beberapa orang untuk kita dengar keterangannya. Termasuk Cabup di sana, Elvis Tabuni, anggota  DPRD Puncak, Revinus. Ada beberapa hal yang  mau kita  cross ceck. Satu orang yang ditangkap di Sinak, namun bukan tersangka langsung. Dia terkait kasus lain. Penembakan Trigana yang dulu, tapi dia  mengetahui kasus Sinak,”
kata Tito Karnavian, Rabu (3/4).
Menurutnya, kasus Sinak cukup banyak saksi, termasuk korban yang masih hidup. Namun Kapolda tak ingin menjelaskan secara detail karena hal tersebut merupakan strategi penyidikan.
“Yang jelas dari beberapa pemeriksaan saksi, kita  harus memanggil beberapa orang lagi, yang saya sebutkan tadi. Terkait GT, kita akan kaji dulu untuk kita terbitkan DPO secara  jelas. Dengan dasar hukum alat-alat bukti yang kuat,”
ujarnya.
Dikatakan, bisa saja nantinya Polisi akan melibatkan TNI jika akan melakukan penangkapan. Ini karena sudah ada progresnya untuk perbantuan TNI kepada Polri ditahun 2013.
“Namun secara umum situasi  keamanan di Papua termasuk pasca sidang MK terkait Pilkada Puncak  juga aman,”
kata Tito.(Jubi/Arjuna)